Kabupaten Malang – Kepolisian Resor Malang, Polda Jawa Timur, kembali menetapkan dua tersangka baru dalam kasus pengeroyokan yang menewaskan ASA (17), seorang pemuda asal Kepuharjo, Karangploso. Dengan penetapan ini, total tersangka dalam kasus tersebut kini menjadi 12 orang, terdiri dari enam orang dewasa dan enam anak-anak.
Kasatreskrim Polres Malang, AKP Muchammad Nur, mengungkapkan kedua tersangka baru tersebut adalah NR (28), warga Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, dan AS (23), warga Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.
"Kita menambahkan dua tersangka, sehingga total saat ini menjadi enam dewasa dan enam anak-anak," ujar AKP Nur dalam keterangan pers di Polres Malang, Rabu (25/9/2024).
Penetapan kedua tersangka ini berdasarkan hasil keterangan saksi dan barang bukti yang menunjukkan keterlibatan mereka dalam pengeroyokan tersebut. Kedua nya memiliki peran berbeda dalam insiden tragis itu.
Tersangka AS, yang merupakan ketua rayon salah satu perguruan silat, dinyatakan bertanggung jawab atas pelatihan yang berlangsung pada hari kejadian dan membiarkan kekerasan terjadi. Sementara itu, tersangka NR, yang juga seorang senior di perguruan silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), diduga ikut serta melakukan penganiayaan dengan memukul korban serta membiarkan pelaku lain melakukan kekerasan.
"NR ini juga terlibat langsung dalam penganiayaan, dia memukul korban di bagian pipi sebanyak satu kali, dan membiarkan tersangka lain melakukan aksi kekerasan," jelas AKP Nur.
Kasatreskrim menyebut, pihaknya menjerat para tersangka dengan Pasal 80 ayat (3) Jo Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP, yang membawa ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun.
AKP Nur juga menegaskan bahwa pihak kepolisian masih terus mengembangkan penyidikan kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru.
"Proses penyidikan masih terus berjalan. Tidak serta merta berhenti di dua tersangka baru ini. Kami akan mendalami lebih lanjut," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus pengeroyokan ini bermula dari kesalah pahaman terkait keanggotaan korban dalam organisasi PSHT, salah satu perguruan silat di Malang. Insiden pengeroyokan terjadi dalam dua kesempatan, pertama pada Rabu (4/9/2024) di lokasi latihan di Jalan Raya Sumbernyolo, Dusun Mojosari, Desa Ngenep, dan kedua pada Jumat (6/9/2024) di Dusun Kedawung, Desa Ngijo, Karangploso.
Akibat kekerasan tersebut, korban mengalami sesak napas dan tidak sadarkan diri. Meski sempat mendapatkan perawatan medis selama enam hari, korban akhirnya meninggal dunia akibat pendarahan otak dan kerusakan sel di bagian temporal kiri.
(Sam/Rls)