Sebanyak 77 desa dari 26 Kecamatan di Kabupaten Tangerang, Banten, akan menggelar pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak. Pilkades bakal diselenggarakan pada 4 Juli 2021.
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (DPMPD) Kabupaten Tangerang membuat tahapan Pilkades 2021 diatur dalam surat dengan nomor 141/183/DPMPD/2021, setiap tahapan pilkades akan dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Penyelenggaraan Pilkades (Pemilihan Kepala Desa) serentak Kabupaten Tangerang tahun 2021 bakal melibatkan sejumlah 77 Desa.
Pilkades merupakan sebagian dari rangkaian proses mewujudkan kepemimpinan desa secara demokratis, dalam upaya menjaga kedaulatan desa.
Di tengah badai kritik buruknya praktek demokrasi elektoral di Indonesia, salah satunya disebabkan merajalelanya praktek Money Politics (Politik uang) telah mencederai nilai-nilai demokrasi itu sendiri serta mencoreng kedaulatan negara.
Pilkades menjadi harapan bagi salah satu proses pesta demokrasi elektoral yang bersih, mampu menghadirkan kepemimpinan desa yang berwawasan maju, menjaga kedaulatan dan menghidupkan kearifan lokal desa.
Pemilihan Kepala Desa Kabupaten Tangerang 2021 yang melibatkan se-jumlah 77 Desa menjadi bagian penting bagi mewujudkan partisipasi masyarakat dalam menentukan arah kebijakan pembangunan desanya masing-masing.
Jalan terang bagi mengembalikan dan menjaga kedaulatan desa, telah ditunjukkan bagi desa-desa di Indonesia termasuk di kabupaten Tangerang sebagaimana diamanatkan melalui Undang-Undang nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Pengakuan akan kewenangan desa berdasarkan hak asal usul (rekognisi), serta penetapan kewenangan berskala lokal desa (subsidiaritas) yang menjadi ruh Undang-Undang Desa, seharusya bisa dijadikan petunjuk bagi warga desa untuk dapat menentukan sendiri arah dan kebijakan kemajuan desanya. Termasuk dalam hal memilih kepemimpinan desa secara demokratis melalui penyelenggaraan Pilkades.
Proses dan penyelenggaraan Pilkades diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.112 Tahun 2014 yang mengatur teknis pelaksanaan Pilkades.
Pengaturan teknis Pilkades pada perkembangannya kemudian dirubah melalui Permendagri Nomor 65 tahun 2017 tentang Perubahan atas Permendagri 112 tahun 2014 tentang Pilkades. Beberapa perubahan dan penghapusan sebagian pasal-pasal dilakukan bagi mengakomodir Putusan (MK) Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU/XIII/2015.
Upaya-upaya Penanggulangan Covid-19 di desa telah dilakukan dengan berbagai cara dan strategi. Pembatasan kegiatan Kemasyarakatan, pemantauan migrasi penduduk, penyediaan shelter kekarantinaan, bahkan pemberian bantuan sosial dampak covid-19, telah menghabiskan anggaran di APBDes dalam jumlah yang tidak sedikit. Juga peran serta masyarakat yang luar biasa dalam upaya-upaya penanggulangan Covid-19 di desa.
Berbagai Upaya-upaya penanganan covid-19 di desa tersebut seakan akan berakhir sia-sia, jika pelaksanaan Pilkades Serentak nantinya tidak dapat menjamin keselamatan dan kesehatan warga desa. Bahkan apabila nanti menjadi klaster baru penularan Covid-19, penyelenggaraan Pemilihan Kepala Desa bakal mendapat sorotan tajam masyarakat luas.
Menurut pengamat literasi Endi Biaro. Kapitalisasi Pilkades jauh lebih menentukan. Faktor serangan fajar, bagi-bagi Sembako, biaya tim sukses, open house siang malam di rumah calon, benar-benar butuh biaya besar
Sisi positif jelas terjadi. Pilkades memberi ruang bagi siapa saja yang punya potensi berkompetisi. Kecerdasan manuver juga bisa menjadi penentu.
Tetapi sistem moderen ini juga menjadi kotak pandora, di saat berbagai penyakit politik berdatangan.
Apa saja?
Pertama, sistem saat ini memungkinkan orang luar, atau orang yang tak ada riwayat mengabdi di sebuah desa, untuk ikut kontestasi.
Kedua, para pemilik uang, yang sama sekali tak ada kepedulian membangun desa, juga bisa berperan serta. Kekuatan kapital mereka, menjadi palu godam bagi calon lain yang keuangannya terbatas.
Ketiga, demokrasi akar rumput, yang mestinya berbasis kekerabatan, persaudaraan, atau minimal dipimpin para pengabdi desa, menjadi kontra produktif
Keempat, meski rezim hukum Pilkades terkesan demokratis, tetapi senyatanya pincang.
Jika kita telisik detil, rezim hukum Pilkades tak memberi saluran mekanisme penyelesaian hukum yang jelas. Tak ada saluran gugatan kecurangan. Tak ada lembaga penyelesaian sengketa. Keputusan menyelesaikan Pilkades, sepenuhnya di Kepala Daerah.
Dalam pemilihan pemimpin desa yang harus diutamakan ialah tentang kapabilitas dari calon-calon pemimpin tersebut. Suatu desa tidak hanya dapat dipimpin oleh pemimpin yang bermodalkan kefiguritasan namun cacat secara intelektual, moral dan sosial.
Pemimpin yang dibutuhkan oleh masyarakat sekarang yakni seseorang memiliki akseptabilitas namun ditunjang oleh moral yang baik, memiliki kemampuan yang cukup untuk memimpin dan membimbing masyarakatnya dan juga memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas administratif dan perpolitikan, serta memiliki wawasan yang luas dan pandangan yang luas terhadap perbaikan masyarakat. ***
Oleh : Budi Usman, penggiat pelayanan publik, Komisioner Bawaslu Kabupaten Tangerang tahun 2003