Drs. KH. Abbas Muin, Lc (Ketua PBNU, Lembaga Kesehatan NU ( LKNU) |
Bukan sesuatu yang biasa, sebab RUU Cipta Kerja dibentuk dengan menggunakan metode Omnibus Law yang masih sangat asing ditelinga masyarakat Indonesia, walaupun sebenarnya metode tersebut sudah dikenal sejak lama dalam ilmu hukum.
Menurut Drs. KH. Abbas Muin, Lc (Ketua PBNU, Lembaga Kesehatan NU ( LKNU) , LKKNU ( Lembaga Kesejahteran Keluarga NU ) ketika
Wawancara dilakukan di Banyumas Jawa Tengah, 30/03/2020 menjelaskan, Memang banyak kajian yang berkaitan dengan undang-undang, karena undang-undang itu akan mempengaruhi kehidupan masyarakat. Adanya Undang-undang bertujuan adalah memayung kehidupan masyarakat, termasuk memayungi nasib NU.
Wawancara dilakukan di Banyumas Jawa Tengah, 30/03/2020 menjelaskan, Memang banyak kajian yang berkaitan dengan undang-undang, karena undang-undang itu akan mempengaruhi kehidupan masyarakat. Adanya Undang-undang bertujuan adalah memayung kehidupan masyarakat, termasuk memayungi nasib NU.
Semestinya anak-anak PMII ini harusnya banyak yang terjun kebidang perundang-undangan. Masyarakat harus memahami tentang pertambahan penduduk, misal yang meninggal setahun 1, tetapi ada kelahiran 10, sehingga penciptaan lapangan kerja tidak terkejar dengan pertambahan penduduk.
Menurutnya, Pemerintah tidak menghindari semua itu, karena pemerintah harus menghidupi rakyatnya, hal ini yang harus dipahami oleh semua pihak. Misal petani yang memiliki lahan kurang dari 1000 meter, mereka untuk mencukupi dirinya sendiri hanya pas-pasan.
Pemerintah harus berani mengambil kebijakan. Misalkan Bupatinya bisa memaksa pegawai negeri itu beli beras sayur-mayur kepada para petani. Dimana-mana petani itu di subdisi, hanya di Indonesia yang tidak disubsidi, karena petani tidak mungkin mengejar harga yang tinggi. Padahal semua pejabat juga memahami bahwa semua itu bisa disubsidi. Daerah yang tidak mendapat subsidi dari Pusat adalah Jakarta, karena pendapatan daerahnya cukup. Hampir semua daerah, anggarannya didapat dari pusat.
Khairul Mahalli (Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia |
Demikian juga dikatakan Khairul Mahalli (Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia) pada wawancara di Jakarta, 31/03/2020 mengatakan Omnibus Law Itu Untuk Kesejahteraan Bersama. Omnibus Law bukan hanya menjadi permasalahan bagi kelompok pekerja, tapi juga bagi kalangan pengusaha. Namun bukan berarti Omnibus Law harus ditolak. Inisiatif pemerintah dalam menyederhanakan regulasi harus diapresiasi oleh seluruh masyarakat Indonesia, demikian disampaikan Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia Khairul Mahalli di Jakarta (31/3/2020).
Lebih lanjut, dalam penyusunan Omnibus Law, Ketua Kadin Sumatera Utara ini juga mengatakan bahwa ada 3 elemen penting yang berpengaruh terhadap investasi pada penetapan Omnibus Law, yaitu akademisi, pengusaha pemerintah.
“Konsep ABG memiliki pengaruh penting dalam fungsi investasi di Indonesia, yaitu Akademisi, Bisnisman dan Government,” jelasnya.
Mahalli mengakui bahwa dikalangan pengusaha, masih terjadi multi tafsir pemahaman tentang omnibus law. Pemerintah dianggap belum melakukan sosialisasi menyeluruh, sehingga dirinya heran mengapa omnibus law ini diperdebatkan.
“Pengusaha-pengusaha besar yang ada di Indonesia sebenarnya belum memahami omnibus law itu apa. Pemerintah pun sepertinya belum melakukan sosialisasi,”pungkasnya.
“Pengusaha-pengusaha besar yang ada di Indonesia sebenarnya belum memahami omnibus law itu apa. Pemerintah pun sepertinya belum melakukan sosialisasi,”pungkasnya.
Omnibus law bukanlah sebuah kebiri yang akan menyebabkan banyak hal tidak berjalan. Dengan menyederhanakan peraturan, pemerintah berkeinginan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dengan meningkatnya investasi di Indonesia.
“Omnibus law pada dasarnya adalah menyederhanakan regulasi, maka omnibus law harus dikaji oleh akademisi dan pengusaha.” tutupnya.
“Omnibus law pada dasarnya adalah menyederhanakan regulasi, maka omnibus law harus dikaji oleh akademisi dan pengusaha.” tutupnya.
Raden Muhammad Mihradi (Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan) |
Raden Muhammad Mihradi (Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan) pada Wawancara di Bogor, 31/03/2020) juga mengungkapkan, Melihat Omnibus Law Dari Sudut Pandang Akademis menjelaskan,
Prediksi Joko Widodo memprediksi hukum telah membuat investasi tidak menarik. Regulasi bertumpuk. Birokrasi berbelit. Waktu mengurus perizinan mengular. Obesitas regulasi menimbulkan dampak serius. Pertama, lemahnya daya saing investasi (Ease of Doing Business/EoDB) dan pertumbuhan sektor swasta.
Misalkan saja di bidang kemudahan berusaha EODB yang dirilis Bank Dunia (World Bank), Indonesia menduduki peringkat ke 73 dari 190 negara.
Dalam laporan tahun 2019, posisi Indonesia tercatat turun satu peringkat dibandingkan tahun sebelumnya meskipun indeks yang diraih pemerintah naik 1,42 menjadi 67,96. Omnibus Law hadir menjadi terobosan untuk menjawab dua hal sekaligus, yaitu efisiensi hukum dan harmonisasi hukum,"ungkapnya.
Menurutnya, RUU Omnibus Law sebenarnya mengambil konsep hukum di negara-negara common law, dimana Indonesia menganut sistem civil law, sehingga wajar jika masyarakat Indonesia agak kurang akrab dengan omnibus law walaupun memang Indonesia sudah memiliki UU yang serupa. Pada prinsipnya, omnibus law adalah satu undang-undang yang mengatur beberapa kepentingan luas yang serupa.
Dari segi hukum, UU model omnibus law adalah barang baru bagi Indonesia. Hal ini harus diterima masyarakat sebagai bentuk terobosan hukum untuk menjadikan masa depan Indonesia semakin maju. Adapun beberapa catatan diantaranya adalah pertama, ada semangat yang baik dan bagus dalam mengefisiensi keluhan investor untuk menanamkan investasi di Indonesia.
"Semangat Presiden Joko Widodo membuat terobosan omnibus law sayangnya tidak linear saat dimasukkan dengan teknis omnibus law. Salah satu diantaranya, terlalu banyak materi dalam omnibus law yang disinggung, seperti UU tentang pers, UU tentang kesehatan, dan lainnya, yang sebenarnya tidak langsung berkenaan dengan investasi.
Kedua, ada terobosan yang menjadi masalah, dimana PP bisa menggeser UU. Secara umum, hukum di Indonesia tidak memberikan peluang dimana PP bisa mengganti atau menggeser UU. Ketiga, Presiden Joko Widodo sepertinya gelisah, karena ketika Pilkada berlangsung serentak, menjadikan hubungan antara pusat dan daerah seperti terputus. Disatu sisi, Kepala Daerah merasa sebagai sosok independen dari pemerintah pusat karena telah dipilih oleh rakyat di daerahnya. Hal ini dikuatkan dengan keluhan BKPM bahwa ada kepala daerah yang tidak mengikuti instruksi Presiden tentang investasi. Permasalahan utama adalah ada konfigurasi politik yang berbeda antara pusat daerah, sehingga perintah presiden bisa diterjemahkan berbeda.
Dengan demikian, Presiden Joko Widodo mencoba untuk menarik perijinan yang diatur pemerintah daerah, ditarik menjadi wewenang pemerintah pusat,"jelasnya.
Lebih jauh beliau menjelaskan, Semangat reformasi adalah desentralisasi kekuasaan, dimana kewenangan dibagi antara pusat dan daerah. Jika peraturan perijinan daerah ditarik ke ranah pemerintah pusat, maka akan timbul perdebatan tentang sistem desentralisasi yang menjadi ruh dari refromasi.
Masukan kalangan akademisi kepada pemerintah adalah, dalam melakukan sosialisasi omnibus law, pemerintah seharusnya melakukan secara bertahap. Pertama yaitu memberikan paradigma ke masyarakat bahwa omnibus law akan berkomitmen pada demokrasi. Kedua, pemerintah pusat akan membuat komitmen pada pemerintah daerah, dan ketiga, pemerintah pusat dan daerah akan menjalankan komitmen pada penegakan hukum. Selanjutnya, bisa teruskan pada perumusan pasal yang dilakukan secara tehnis.
Omnibus Law didominasi oleh pasal yang mengatur pada perijinan. Ada dilema dimana Pilkada yang tidak sehat, maka perijinan dijadikan sarana menunjang pemenangan, meski tidak selalu. Solusi utama masalah tersebut tidak berarti harus mencabut seluruh kewenangan perijinan yang dikelola pemerintah daerah kepada pemerintah pusat.
Sesuai dengan semangat akademis, permasalahan tersebut sebaiknya diselesaikan dengan mengedepankan demokrasi ekonomi yang berjalan sehat, yang linear dengan penegakan hukum terhadap perijinan yang tidak benar, dan terhadap oknum-oknum yang bermain dalam perijinan,"jelasnya. ***