JAKARTA - Komite Pemerhati Negara menggelar diskusi publik membahas tentang Omnibus Law, Jumat (13/3/2020), di Jalan Veteran II No. 7 c Jakarta Pusat.
Dalam diskusi yang berlangsung dari pukul 13.00 - 16.00 dan dimoderatori oleh Benz Yono Hartono (Kandidat Doktor UIN Bandung ), hadir sebagai pembicara, ILham dari KPBI (Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia), Surya Vandiantara (Kandidat Doktor UIN Jakarta), OLisias Gultom LABHKI (Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Konsumen Indonesia). Peserta diskusi terdiri dari mahasiswa, dan masyarakat umum.
Pembicara pertama dalam diskusi, ILham dari KPBI mengatakan bahwa, munculnya omnibus law berakibat pada maraknya protes dan mogok kerja dari buruh secara masif, adapun omnibus law membuat buruh makin dihadapkan masalah yang membuat kehidupan ekonomi buruh makin bersaing dengan segala persoalannya.
Disisi lain Surya Vandiantara kandidat Doktor UIN Jakarta menyoroti bahwa, seharusnya investasi harus bisa mensejahterakan para tenaga kerja, bisa dilihat angka pengangguran yang makin mengecil, Produk Domestik Bruto yang makin membaik dengan Neraca Perdagangan yang makin meningkat.
"Adapun kurs dolar yang terjadi membuat perekonomian makin terpacu untuk maju," ujarnya.
Masih menurut Surya,
secara garis besar bahwa omnibus law memang diperkirakan belum bisa menyelesaikan masalah ketenaga kerjaan secara instan di Indonesia.
"Justru investasi hadir bukan karena upah buruh murah, akan tetapi investasi hadir karena ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi," pungkasnya.
Lain dari dua pembicara sebelumnya, Olisias Gultom dari LABHKI lebih menyoroti masalah penyusunan regulasi.
Menurut Olisias bahwa proses legislasi di Indonesia ini sangat Lemah keutuhannya dari komitmen regulasi yang sudah disepakati.
"Contoh kasus yang terjadi tidak utuh komitmen regulasinya, pada penyusunan Undang-undang Kesehatan dengan hilangnya beberapa pasal saat di print out terlihat dengan jelas banyak pasal yang hilang," ucapnya.
Pada kasus undang-undang kesehatan ini, lanjutnya, indikator yang sangat jelas bahwa penyusunan regulasi sangat lemah.
Ditambahkan Olisias Gultom, sejak terjadinya liberalisasi di Indonesia perundang-undangan di Indonesia menjadi kacau.
"Misalnya dalam proses pembuatan undang-undang Ketenagakerjaan dan undang-undang perekonomian nampak sekali pihak yang paling dominan adalah pengusaha," ucapnya.
"Investasi asing selalu digunakan sebagai alat untuk mengambil celah-celah tatanan nilai yang sudah mapan, sesungguhnya investasi asing membuat indonesia lebih Liberal dari Negara yang menganut sistem Liberal, pada akhirnya Investasi asing berbenturan dengan hal-hal idiologis yaitu Kedualatan Negara," imbuh Olisias diakhir paparan.(rls).