onlinepantura.com PURWOKERTO - Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Purwokerto menggelar kegiatan Talkshow Tematik dengan tema “Peran Mahasiswa Dalam Menangkal Intoleransi dan Radikalisme” bertempat diKampus Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto, Jawa Tengah pada Jum'at 13 Desember 2019.
Pada Talkshow menghadirkan nara sumber Wakil Bupati Banyumas Drs. Sadewo Tri Lastiono, Wakil Rektor 4 Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto KH.Muhyidin Dawoed, SS, M.Pd.I, Ketua Pengurus Cabang NU Sabar Munanto sebagai nara sumber, dan dihadiri pula oleh sejumlah peserta yang berasal dari berbagai perguruan tinggi di Purwokerto, Jawa Tengah.
Wakil Bupati Banyumas, Sadewo Tri Lastiono dalam paparan menyampaikan, hingga saat ini, masalah terorisme dan radikalisme masih marak terjadi diseluruh belahan bumi didunia, termasuk di Indonesia.
Sebagai pemahaman baru yang dibuat oleh pihak-pihak tertentu mengenai suatu hal, seperti agama sosial dan politik,"paparnya.
Menurutnya, Pengaruh radikalisme menjadi semakin rumit karena berbaur dengan tindakan terorisme yang cenderung menggunakan aksi-aksi Kekerasan.
Hal yang sangat memprihatinkan penyusupan paham radikalisme justru sangat mudah masuk ditengah kehidupan kampus. Kerentanan tersebut tidak hanya dari sudut psiko-sosial semata, tetapi dalam aspek instrumen penyebaran paham kebencian dan kekerasan telah didesain dengan pola dan gaya kehidupan kampus,"jelasnya.
"Beberapa cara yang mereka lakukan seperti melalui buku, majalah, buletin, dan yang paling masif melalui jejaring internet maupun media sosial.
Di Indonesia radikalisme sudah menjalar ke seluruh kehidupan di masyarakat. Bahkan radikalisme pun sudah menyasar pada TNI, Polri, ASN. Bahkan wilayah pendidikan juga tidak luput dari ancaman radikalisme. Kaum radikal menyebarkan paham dikalangan mahasiswa.
Mahasiswa sebagai agen perubahan harus mampu berkontribusi dalam memerangi radikalisme. Bangsa ini akan lebih maju dengan dasar ideologi Pancasila,"jelas Wakil Bupati.
Di tempat yang sama Wakil Rektor 4 UNU Purwokerto, KH.Muhyidin Dawoed, SS, M.Pd.I mengatakan radikalisme itu ada dua, radikalisme politik dan radikalisme agama. HTI Indonesia itu pusatnya di London. Sengaja dipelihara sebagai alat proxy war, untuk menghancurkan dan mengganggu negara lain. Oleh sebab itu masyarakat Indonesia harus mewaspadai bahaya proxy war tersebut.
Indikasinya dengan membenturkan atau mengganggu kaum muslimin melalui kelompok tersebut dengan berbagai ulah, seperti tuduhan bid’ah, munafik, kafir, dll,"katanya.
Lebih lanjut KH.Muhyidin Dawoed menyampaikan bahwa mahasiswa sebagai garda terdepan dalam menjaga Pancasila sebagai ideologi negara. Oleh sebab itu harus berkontribusi nyata dalam menangkal tumbuh kembangnya radikalisme.
"Mahasiswa tidak larut dalam tindakan-tindakan intoleransi. Dalam Pancasila disitu sudah terdapat intisari dari semua agama.
Terkait dengan Islam Nusantara KH Muhyidin Dawoed menyampaikan Islam nusantara adalah islam yang ada di nusantara. Islam nusantara disalahpahami sebagai sebuah mazhab baru, padahal Islam nusantara sesungguhanya ajaran Islam berciri adaptif terhadap budaya lokal.
Sedangkan Ketua PCNU Banyumas, Sabar Munanto menyampaikan pemahaman fundamental terhadap ajaran agama, kemudian dimanfaatkan oleh pihak yang haus kekuasaan.
Radikalisme yang berkembang saat ini bahu membahu dengan kepentingan-kepentingan politik. Maka mengkristal menjadi bentuk radikalisme, intoleransi bahkan aksi-aksi terorisme,"ungkapnya. ***